Hari semakin terik disinari sang surya
Cahayanya terlampau terik menembus jiwa
Sehingga angin pun tak sudi mengiba
Tetesan keringat bagaikan emas
Andai keringat dan derita ini dapat dijual,Tuan
Akan kami tukar dengan sekarung beras
Dan kami pun tak perlu meminta
Tak perlu pula menjadi budak orang Cina
Kami ini hanyalah kaum jelata
Yang perlu berlayar hingga negeri seberang
Hanya demi penghidupan layak
Kami tinggalkan keluh kesah kami atas nama garuda
Kami pasang wajah memelas tanpa asa disana
Anda pikir kami lupa dengan Indonesia?
Anda pikir kami melupakan Sriwijaya?
Coba tengok kami,Tuan
Kami perlu makan daging seperti Anda
Minum susu setiap pagi sambil membaca surat kabar
Setidaknya kami memiliki cinta
Memiliki rindu untuk bangsa
Sekalipun kami harus merelakan kampung
Kami tidak akan melupakan tanah Minang
Apalagi gamelan jawa
Kami tak memiliki pilihan untuk menetap
Wahai,Anda yang duduk di kursi surga-neraka
Pernahkah Anda menanyakan kabar kami?
Sudah makankah kami?
Atau,cintakah kami dengan Indonesia?
Kami pikir Anda ini sangat sibuk
Mungkin sibuk dengan kredit mobil dan apartemen
Atau
Mungkin sibuk memikirkan uang kami
Tidaklah mudah,Tuan
Terkadang kami rindu kampong halaman
Rindu dengan anak istri
Rindu dengan kemacetan jalanan di kota
Kami memang di negeri asing
Tetapi jiwa dan kasih kami takluk pada Ibu Pertiwi
Merah dan putih adalah bendera kami
Walau kami hanya mampu melihat dari televisi
Jika dahan gugur dari pepohonan
Maka tidaklah dengan rindu kami
Kami rela uang kami menjadi uang Negara
Tetapi
Tolong,Tuan
Jangan ada yang seperti kami
Apalagi anak keturunan kami
Indonesia tak pernah pudar untuk kami
Tetapi Indonesia tak memberi kami surga
Tak pernah memberi anak kami angin pendidikan
Disini,Di batas negeri
Kami mengabdi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar