Konflik di poso adalah salah
satu konflik yang ada di Indonesia yang belum terpecahkan sampai saat ini.
Meskipun sudah beberapa resolusi ditawarkan, namun itu belum bisa menjamin
keamanan di Poso. Berbagai macam konflik terus bermunculan di Poso. Meskipun
secara umum konflik-konflik yang terjadi di Poson adalah berlatar belakan
agama, namun kalau kita meneliti lebih lanjut, maka kita akan menemukan berbagai
kepentingan golongan yang mewarnai konflik tersebut.
Poso adalah sebuah kabupaten
yang terdapat di Sulawesi Tengah. Kalau dilihat dari keberagaman penduduk, Poso
tergolong daerah yang cukup majemuk, selain terdapat suku asli yang mendiami
Poso, suku-suku pendatang pun banyak berdomisili di Poso, seperti dari Jawa,
batak, bugis dan sebagainya.
Kalau dilihat dari konteks
agama, Poso terbagi menjadi dua kelomok agama besar, Islam dan Kristen.
Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun setelah mengalami
pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang mendominasi adala agama
Kristen. Selain itu masih banyak dijumpai penganut agama-agama yang berbasis
kesukuan, terutama di daerah-daerah pedalaman. Islam dalam hal ini masuk ke
Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih dahulu. Baru kemudian disusul Kristen
masuk ke Poso.
Keberagaman ini lah yang
menjadi salah satu pemantik seringnya terjadi berbagai kerusuhan yang terjadi
di Poso. Baik itu kerusuhan yang berlatar belakang sosial-budaya, ataupun kerusuhan
yang berlatarbelakang agama, seperti yang diklaim saat kerusuhan Poso tahun
1998 dan kerusuhan tahun 2000. Agama seolah-olah menjadi kendaraan dan alasan
tendesius untuk kepentingan masing-masing.
Awal konflik Poso terjadi
setelah pemilihan bupati pada desember 1998. Ada sintimen keagamaan yang
melatarbelakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan Piet I dan
Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku.Untuk
seterusnya agama dijadikan tedeng aling-aling pada setiap konflik yang
terjadi di Poso. Perseturuan kecil, semacam perkelahian antar persona pun bisa
menjadi pemicu kerusuhan yang ada di sana. Semisal, ada dua pemuda terlibat
perkelahian. Yang satu beragama islam dan yang satunya lagi beragama Kristen.
Karena salah satu pihak mengalami kekalahan, maka ada perasaan tidak terima
diantara keduanya. Setelah itu salah satu, atau bahkan keduanya, melaporkan
masalah tersebut ke kelompok masing-masing, dan timbullah kerusuhan yang
melibatkan banyak orang dan bahkan kelompok.
Akar penyebab konflik Poso
sangat kompleks. Ada persoalan yang bersifat kekinian, namun ada pula yang
akarnya menyambung ke problema yang bersifat historis. Dalam politik keagamaan
misalnya, problemanya bisa dirunut sejak era kolonial Belanda yang dalam konteks
Poso memfasilitasi penyebaran Kristen dalam bentuk dukungan finansial.
Keberpihakan pemerintah kolonial itu sebenarnya bukan dilandaskan pada semangat
keagamaan, tetapi lebih pada kepentingan politik, terutama karena aksi
pembangkangan pribumi yang umunya memang dimobilisir Islam.
Rasa kebangsaaan rakyat poso ini
memudar dengan bukti-bukti diatas, dengan banyaknya konflik yang terjadi
didaerah tersebut dengan berbagai alas an dan penyebab. Jika rasa kebangsaan
rakyat poso tidak hilang bukan tidak mungkin mereka bisa hidup rukun dan
sejahtera. Karena kita tau bahwa Indonesia adalah Negara yang majmuk dengan
toleransi beragama yang tinggi. Tapi bagi mereka yang tidak memiliki rasa
kebangsaan pasti rasa toleransi pun sudah tidak ada dalam diri mereka sehingga
saling merendahkan yang lainnya dan akhirnya sering terjadi konflik, yang lama
kelamaan akan terjadi perpecahan didalam daerah tersbut.
Padahal dalam pancasila butir
ketiga yaitu persatuan Indonesia, sudah dijelaskan dan bermakna ,bahwa rakyat
Indonesia harus bersatu tapi ada beberapa golongan yang belum mengerti dan
memahami hal tersebut, sehingga di plosok-plosok daerah masih sering terjadi
konfli, seperti konflik di poso yang dilatar belakangi masalah agama,
kepentingan politik, histori dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar