Senin, 23 November 2015

BUAH HATI TERSAYANG YANG TERABAIKAN

Oleh Dwi Ayuning Tyas

            Kisah ini saya ambil dari kisah nyata yang namanya telah saya samarkan. Kisah ini menceritakan tentang kasih sayang orangtua yang tidak adil kepada anaknya.  Sebut saja keluarga Bapak Sani. Pak Sani bekerja sebagai satpam di salah satu hotel yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Rumah Pak Sani berada di daerah perkampungan. Namun, letaknya sangat strategis. Istri Pak Sani bernama Ibu Nurhayati ( nama disamarkan ). Tadinya, Ibu Nurhayati bekerja sebagai penjahit di pabrik yang lokasi kerjanya lumayan jauh dari kediamannya, Ibu Nurhayati berhenti bekerja karena hamil. Ketika usia kandungannya mencapai 6 bulan, Pak Sani menyuruhnya untuk berhenti bekerja. Pak Sani tinggal bersama seorang istri dan tiga orang anaknya. Anak pertamanya bernama Amar ( nama disamarkan ), yang saat ini sedang menduduki bangku sekolah kelas dua SMP. SMP dimana Amar mengenyama pendidikan, lokasinya tidak jauh dari kediaman Pak Sani. Umur Amar berkisar antara 13-14 tahun. Anak keduanya bernama Amir ( nama disamarkan ), saat ini sedang menduduki bangku sekolah kelas tiga Madrasah Ibtidaiyah. MI dimana Amir mengenyam pendidikan, lokasinya sedikit ke barat dari kediaman Pak Sani. Umur Amir berkisar antara 8-9 tahun. Dan anaknya yang ketiga bernama Arsil, yang masih berumur dua tahun.
            Ketiga putra Pak Sani memiliki karakteristik dan kepribadian yang berbeda. Tentu, karekteristik tersebut hanya dapat dibandingkan pada Amar dan Amir, karena Arsil masih balita sehingga belum dapat diketahui bagaimana kepribadiannya. Amar memiliki karakteristik yang sangat bertolak belakang dengan Amir. Amar terkenal pendiam, pintar, dan kreatif. Sedangkan Amir terkenal cerewet, pemalas, dan menghabiskan sepanjang harinya untuk bermain. Dari sejak kelas satu hingga kelas enam MI, Amar selalu masuk kedalam nominasi siswa yang berprestasi dan tidak jarang pula menduduki peringkat satu. Berjajar piala menghiasi meja belajarnya, yang terus dan terus menjadi motivasi baginya untuk tetap maju menjadi siswa yang berprestasi.
Suatu hari, ketika saya sedang belajar, Bu Nurhayati memanggil saya guna meminta bantuan. Saya Tanya, “Ada apa bu?” . Lalu, Bu Nurhayati menjawab, “Amar menangis karena ia tidak bisa mengerjakan PR matematika yang sudah diberikan oleh gurunya, bisakah kamu membantu?”. Cuplikan percakapan diatas adalah sebagai gambaran bahwa Amar adalah anak yang rajin. Anak kecil tentu tidak akan malu untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan. Begitu pula dengan Amar. Karena tidak bisa mengerjakan salah satu tugas rumah yang diberikan oleh gurunya, dia menangis. Dengan jenjang pendidikan yang tidak terlalu tinggi, Pak Sani dan Bu Nurhayati memutuskan untuk mendaftarkan Amar ke bimbingan belajar agar dapat mengkonsultasikan tugas-tugas sekolahnya.
            Berbeda dengan Amar, Amir bersikap acuh terhadap tugas-tugas sekolahnya. Tak ada seorang pun yang ditakutinya. Kenakalannya melebihi batas, sehingga tak jarang saya mendengar Amir selalu dimarahi oleh kedua orang tuanya. Amir iri kepada Amar karena ia tidak didaftarkan juga untuk mengikuti bimbingan belajar. Akhirnya, Amir mogok belajar. Lalu, kedua orangtuanya memutuskan untuk mendaftarkan Amir pula, dengan syarat Amir tidak boleh nakal dan harus serius dalam belajar. Pada hasil akhirnya, Amar mendapatkan nilai yang rata-rata semuanya bagus, namun Amir tidak demikian.
            Ibunya memarahi Amir. Amir yang berwatak keras lantang saja melawan ibunya. Dan tak heran, ketika orang tua dan anak ini bertengkar, Bu Nurhayati selalu membanding-bandingkan Amar dengan Amir. Dan ini, kejadian yang saya lihat sendiri ketika Amir marah, Pak Sani makin mengolok-oloknya. Hal itu semakin membuat Amir berlaku tidak sopan kepada Ayahnya. Sudah terjadi hal seperti itu pula, Pak Sani bukannya malah menenangkan Amir, justru malah mengatainya sebagai anak yang bodoh, tidak tau diuntung, yang hanya menyusahkan kedua orang tua saja. Perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan untuk anak yang masih kecil, yang masih membutuhkan arahan, nasihat, dan bimbingan.
            Amir selalu ingin menjadi seperti Amar, yang tidak pernah disalahkan kedua orangtuanya. Untuk anak seusia Amir, harusnya orangtua menyadari bahwa Amir akan bisa berubah jika mereka para orangtua mengubah cara mendidiknya. Amir yang berwatak keras harus di didik dengan cara yang lembut dan dengan  kasih sayang. Pantas saja untuk anak seusia Amir berbuat nakal, tapi sebagai orang tua tetap harus bersikap bijak dengan selalu dan selalu mengarahkan ke jalan yang benar. Dengan selalu di arahkan, anak akan menjadi terbiasa melakukan sesuatu yang baik pula. Yang mana, kesabaran sangat dibutuhkan dalam mendidik dan membesarkan anak agar menjadi anak yang berhasil dan taat kepada kedua orang tuanya.

            Inilah hak asasi seorang anak yang tak pernah diberikan oleh orang tua Amir. Saran saya, dalam setiap keluarga, anaklah yang menjadi ujian bagi kedua orang tuanya. Anak adalah harta yang paling berharga. Meskipun masing-masing orang tua memiliki seorang anak yang menjadi kebanggaan, namun akan lebih bijak jika tak diperlihatkan ke anak yang lain. Ini menjadi penting. Agar seorang anak yang tidak menjadi kebanggaan tetap merasa dirinya penting didalam keluarganya. Dan saya sangat yakin, tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Jikalau itu ada, mungkin hati nuraninya masilah belum terbuka dan belum menyadari bahwa anak adalah sosok yang tak ternilai harganya. Tidak semua orang yang telah berkeluarga bisa memiliki anak, oleh karena itu orang tua harus bisa mendidik anaknya sebaik mungkin, agar menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MATERI MACAM-MACAM GERAK

A. Lokomotor Gerakan lokomotor  gerakan yang ditandai dengan adanya perpindahan tempat, seperti jalan, lari, melompat, dan mengguling.  Ger...