Malam yang sunyi mengiringi kesepianku. Bersamaku yang tengah sendiri
menatap indahnya bulan dan
bintang yang bertaburan di langit, Sebagai teman setia
dikesendirianku dalam ketidakadilan ini.
“ Ya Allah kapan semua ini akan berubah?” tanyaku dalam pengharapan.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dengan cukup pelan.
“ Maaf non
Aila waktunya makan malam, yang lain sudah berkumpul di
bawah”.
“ Iya bibi, Aila juga sudah lapar.” Sahut ku
Bi Ijah adalah orang yang sudah merawatku sejak lahir. Bagiku beliau sudah seperti
ibu kandungku. Di rumahku hanya Bi Ijah yang peduli padaku, disaat aku sakit
hanya beliau yang repot mencarikan obat untukku, hanya Beliau yang tahu betapa
sedihnya aku disaat nilai raportku jauh dari nilai kak Aifa. Hanya dia yang tahu betapa aku ingin seperti kakakku, Kak Aifa.
“ Wah, Alhamdulillah ada ikan bakar nih, hemm sungguh lezat ... Ucapku sambil duduk dikursi favorit ku.
“ Dasar tidak sopan”. Sindir Abi
“ Aila husst
!!!”.
“ Iya Aila seharusnya kamu bisa lebih sopan, contoh perilaku kakakmu”. Ujar Ummi
“ Baik kalau
begitu, Aila akan pergi”. Jawabku dengan sinis
Akupun bergegas naik menuju ke kamarku tanpa memakan sesuatu disana.
Padahal sebenarnya penyakit maagku sedang kambuh, dan rasanya sangat perih. Tapi lebih perih lagi disaat aku tak pernah mendapatkan kasih
sayang dari orang yang aku sayangi.
Waktu seakan berjalan begitu cepat, kini saatnya
pembagian hasil belajar siswa. Kebetulan aku dan kakakku beda sekolah. Kalau
kak Aifa sengaja Abi sekolahkan di sekolah Madrasah terfavorit di Jombang,
sedangkan aku bersekolah di Madrasah yang di dalamnya hanyalah siswa buangan
dari sekolah lain yang tidak menerima kami.
“ Abi ambilin raport Aila yaa….” Pintaku
“ Maaf Abi sibuk karena banyak pekerjaan di kantor.”
“ Ummi tolong ambilin raport Aila ya,,, ” Pintaku lagi pada Ummi
“ Ummi sudah janji pada Kak Aifa untuk mengambilkan raportnya sekaligus pertemuan dengan para
wali murid”.
“ Oh gitu ya.” Balasku dengan kecewa
Aku hanya bisa menangis
sendirian di dalam kamar. Tidak ada satu orangpun yang mau mengambilkan
raportku. Jalan terkhir adalah Bi Ijah dan tentu dia mau
mengambilkannya dengan senang hati.
“ Gimana Bi hasilnya”. Tanyaku dengan penasaran
“ Non
Aila juara !, selamat ya Non.” Ucap Bi Ijah dengan semangat
Akhirnya perjuanganku tak sia-sia, Alhamdulillah akhirnya aku bisa menyamai prestasi kak Aifa.
Setibanya di rumah semua
orang sedang tertawa ria melihat hasil belajar kak Aifa. Namun mereka menjadi terdiam disaat kedatanganku dengan Bi Ijah.
“ Gimana hasilnya Aila ? Pasti jelek.” Ledek kak Aifa
“ Endak, Alhamdulillah Aila dapat juara satu.” Jawabku dengan penuh
semangat
“ Ah juara satu di sekolahmu pasti juara terakhir di kelas kak Aifa.” Ledek Abi
Aku kecewa, benar-benar
kecewa karena semua prestasi yang kuraih tak dihargai sama sekali. Dengan rasa kecewa aku berlari menuju kamarku. Kuratapi semua ketidakadilan ini. Aku
tidak keluar kamar selama dua hari, ternyata tidak ada yang peduli. Semua orang
di rumah hanya peduli pada pekerjannya masing-masing.terkecuali Bi Ijah yang
hampir tiap jam membujukku untuk keluar. Maagku kambuh, rasanya teramat perih
dari biasanya. Semua sakit hatiku kupendam demi untuk berlatih mempersiapkan Musabaqah Tilawatil Qur’an ku.
Akhirnya, hari yang telah lama kunantikan tiba juga. Hari ini Musabaqah
Tilawatil Qur’an akan berlangsung. Namun
sayang, semua orang yang kusayangi tak ada yang mau hadir. Semuanya memilih
dilomba kak Aifa, olimpiade Sains. Walau sedikit kecewa akan kubuktikan aku
adalah Aila yang hebat. Keinginanku terwujud, Alhamdulillah aku menang dan
meraih juara 1 diperlombaan Musabaqah Tilawatil Qur’an yang diadakan di Jombang.
Setibanya dirumah,
kuletakkan foto keberhasilnku di ruang tamu, namun setelah kedatangan kak Aifa
dan yang lain kulihat kemurungan disana. Setelah melihat foto keberhasilanku,
kak Aifa malah berlari ke kamar sambil menangis.
“ Kamu sengaja meledek kak Aifa ?.” Tanya Abi dengan sinis
“ Tidak Abi, Aila
sama sekali tidak meledek kak Aifa ! Maksud Abi apa sih?”
“ Kak Aifa kalah, sedangkan kamu menyombongkan
diri dengan memajang foto keberhasilanmu diruangan ini. Kamu tahu kan di
ruangan ini hanya foto-foto keberhasiilan kak Aifa yang boleh menempatinya..” jawab Abi yang membuatku sangat kecewa
“ Lepas fotomu.” Ucap Ummi dengan ketus
Kulepas foto yang sangat
aku harapkan menjadi penghubung agar keluargaku menyanjungku. Sebuah harapan
yang selama ini sangat kuinginkan. Karena aku selalu iri setiap kak Aifa dipuji dan disanjung oleh Abi dan Ummi. Sekarang pertanyaan terbesarku adalah,
“ Apakah aku anak kandungmu Abi ? Ummi ?”
Pertanyaan yang tak pernah terjawab oleh lisan, namun terjawab oleh
perbuatan mereka padaku. Seorang anak yang selalu tersingkirkan oleh ketidakadilan.
Hari demi hari terus
berganti, dan semenjak itu pula kak Vina menjadi seseorang yang terpuruk. Aku
bisa merasakan perasaannya yang tertekan saat dia kalah dalam olimpiade. Yang
kutahu kakakku ini terlihat lemah dari biasanya.
“ Udahlah kak, gak ada gunanya ditangisi terus.” Ucapku
“ Udahlah Aila, kamu seneng kan melihat kakak kayak gini? Udahlah pergi
kamu dari sini, pergi...” ucapanya terpotong karena akhirnya ia terjatuh tepat
di depanku.
“ Abi, Ummi tolong, kak Aifa pingsan”
“ Apa? Kamu apakan dia?” tanya Abi sinis
“ Aila, tidak ngapa-ngapain Abi.”
“ Pasti penyakitnya kambuh lagi Abi, ayo kita cepat bawa ke
rumah sakit.” Ucap Ummi
Aila takut kehilangan kakak yang sangat Aila sayangi. Dokter bilang
bahwa ginjalnya sudah benar-benar rusak. Yang aku tahu kini ginjalnya tinggal
satu setelah satu tahun lalu satu ginjalnya sudah diangkat.
“ Begini pak, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ginjal Aila yang paling cocok untuk Aifa. Jadi usahakan secepat
mungkin dilakukan pencangkokan ginjal pak.”
Setelah itu, aku menjadi
sasaran semua orang yang menyayangi kak Aifa. Semua memintaku
mendonorkan satu ginjalku untuknya. Tapi aku tak mau ada yang tau, karena aku
tak mau semua orang berubah bersimpati padaku karena aku mendonorkan satu
ginjalku untuknya. Lalu aku putuskan untuk pulang ke rumah dan menceritakannya pada Bi Ijah.
“ Bagaimana Non keadaan Non Aifa ?.”
“ Keadaan ginjal kak Aifa semakin buruk, dan semua
orang mendesakku untuk mendonorkan ginjalku. Karena ginjalku paling cocok
diantara semua keluarga.”
“ Kasian sekali non Aila, semenjak kejadian itu
non kehilangan kasih sayang. Dan saat ini non juga harus kehilangan satu ginjal
non.”
“ Kejadian apa bi ? Tolong ceritakan semua
padaku.”
“Dulu ketika non berusia 5 tahun ada sebuah kecelakaan non, non tahu kakak
non yang bernama Ali. Tuan Ali adalah anak laki satu-satunya yang sangat disayang oleh Bapak, namun ketika kalian sekeluarga berlibur ternyata kejadian tidak
diinginkan terjadi. Non terseret ombak pantai, lalu tuan Ali berusaha menolong, namun malah tuan Ali tenggelam dan ditemukan
sudah meninggal. Semenjak itu Bapak dan Ibu sangat terpukul dan sangat membenci
non, karena mereka menganggap non adalah penyebab segalanya.”
Air matapun mengalir, aku
menangis ternyata inilah jawaban dari segalanya. Aku tau sekarang mengapa papa
dan mama tidak pernah menyayangiku.
“ Baiklah Bi, terimakasih atas semua informasi yang bibi berikan. Sekarang Aila pun akan melakukan hal yang sama pada kak Aifa. Aku aka merelakan
ginjalku untuknya, bahkan nyawaku sekalipun.
Di rumah sakit semua
sedang mengkhawatirkan kondisi kak Aifa.
“ Ah sudahlah Aila kamu memang saudara yang
kejam. Hanya untuk mendonorkan satu ginjalmu saja kamu tidak mau. Alhamdulillah,
untung ada orang yang baik hati yang mau menyumbangkan ginjalnya untuk Aifa.” Ucap Abi
“ Ummi kecewa sama kamu Aila, Tega ya kamu pada kakak kamu sendiri”.
“ Entahlah siapa orang yang mau menyumbangkan ginjalnya, bahkan secara
gratis. Sungguh dia berhati malaikat”. Ucap Abi
“ Andaikan kalian tahu kalau itu aku, apakah aku akan diberi penghargaan
seperti ini dari Abi?” gumamku dalam hati
Beberapa jam sebelum
operasi aku menuliskan sebuah surat untuk semua orang yang aku sayangi.
Entahlah aku merasa akan meninggalkan mereka semua. Rasanya aku sudah sangat
lelah dengan hidupku sendiri. Setelah selesai menulis, surat ini kutitipkan
kepada Bi Ijah. Aku berangkat menuju rumah sakit untuk operasi.
Ruang operasi ini terasa
begitu menakutkan. Badanku gemetar, kakiku terasa dingin dan ruangan ini terasa
begitu mencekam. Hingga akhirnya kurasakan semuanya gelap.
Seminggu kemudian...
“ Akhirnya kamu bisa pulang ke rumah juga ya sayang. Ummi khawatir sekali sama kamu sejak kamu dioperasi. Alhamdulillah, untung ada pendonor itu.”
“ Happy Birth Day putri kesayangan Abi yang cantik.”
“ Terimakasih ya semuanya. Aku senang banget, oh iya Aila dimana?”
“ Iya ya, mana dia Bi?” tanya Ummi nya pada Bi Ijah
“ Sebentar nyonya.” Jawab Bi Ijah sambil berlari ke
kamar. Dan beberrapa menit kemudian sudah kembali dengan menbawa sepucuk surat
“Untuk semua orang yang Aila sayangi”
Mungkin saat kalian baca surat ini, Aila sudah tak ada lagi disini. Aila udah pergi ketempat yang
sangat jauh. Oh iya gimana kabar kak Aifa, gak sakit lagi kan? Semoga ginjalku dapat membantumu
untuk meraih semua impianmu yang belum terwujud.
Teruntuk Ummi yang sangat sangat Aila rindukan.
Ummi, Aila pasti akan sangat rindu dengan boneka Hafidz play doll yang Ummi berikan sepuluh tahun yang lalu. Ummi, Aila rindu
sekali dengan pelukan ummi. Aila selalu iri saat Ummi mencium kak Aifa setiap akan tidur, Aila juga iri dengan
semua perhatian yang ummi berikan untuk kak Aifa.
Teruntuk Abi yang sangat Aila rindukan.
Abi, Aila mau minta maaf jika Aila selalu membuat Abi marah. Aila juga minta maaf,
karena telah membuat Abi kehilangan
anak yang sangat Abi harapkan dan Abi sayangi. Jika Aila
bisa memutar waktu, mungkin lebih baik Aila yang mati tenggelam karena tidak
akan ada yang merasa sedih jika Aila lah yang meninggal.
Teruntuk kak Vina.
Kak Aifa, Gimana kak, gak ada lagikan yang ganggu kakak belajar?
Pasti rumah kita tenang ya, gak ada lagi yang buat kakak malu karenaa sudara
yang bodoh bukan? Oh iya Sanaah Hilwah Kak, Selamat Ulang Tahun … selamat
menjalani kehidupan kakak yang mungkin takkan pernah aku rasakan. Kalian semua
harus tahu, betapa Aila SANGAT MENYAYANGI KALIAN.
Mungkin dengan kepergianku semua akan menjadi tenang. Aila harap tak ada lagi yang
merasa dikucilkan seperti Aila. Yang selalu menangis setiap malam, yang selalu merindukan hangatnya
kekeluargaan,. Mungkin dengan kepergian ini aku akan tahu bagaimana kalian
mengenangku, seperti aku yang selalu mengenang kalian dalam tangisan. SEMOGA KALIAN
SEMUA BAHAGIA TANPA AILA,, AAMIIN …..
“ Salam rindu penuh tangis Aila Adzkiya Alamah”.
Namun tiba-tiba telfon rumah berbunyi..
“ Iya, saya Bpk. Rohmat, Ada apa? Tanya Abi dengan penasaran
“ Iya, saya Bpk. Rohmat, Ada apa? Tanya Abi dengan penasaran
Dan sesaat kemudin Abi menangis dan segera mengajak semua ke rumah sakit. Namun mereka terlambat,
Aila telah pegi untuk selama-lamanya. Meninggalkan berjuta penyesalan
dalam setiap tangis yang jatuh. Kini dia telah tenang dan jauh dari
ketidakadilan selama hidupnya. Walau air mata tengah menangisi, Aila telah pergi untuk selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar