Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
radikal adalah perubahan yang amat keras menurut perubahan undang-undang,
sedangkan radikalisme meerupakan paham atau aliran yang radikal dalam politik,
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik dengan cara kejerasan atau drastis, sikap ekstrim dan aliran politik.
Radikalisme adalah pemikiran atau sikap
keagamaan yang ditandai sikap yang tidak toleran, tidak mau menghargai pendapat
dan keyakinan orang lain, cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai
tujuan. Umumnya radikalisme muncul dari pemahaman agama yang tertutup. Kaum
radikal selalu merasa kelompok mereka yang paling memahami ajaran Tuhan,
karenanya, mereka suka mengkafirkan orang lain atau menganggap orang lain
sesat.
Dilihat dari sejarahnya, radikalisme
terdiri dari dua wujud, radikalisme dalam pikiran, yang sering disebut juga
fundamentalisme dan radikalisme dalam tindakan, terorisme.
Terorisme tidak selalu menentang
globalisasi, namun, terorisme juga memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingannya. Jringan terorisme memanfaatkan teknologi dan komunukasi untuk
menyebarkan ideologinya.
Penyampaian pemberitaan dan pesan dapat
cepat terkirim ke masyarakat global maupun kelompoknya melalui media masa, baik
media cetak maupun elektronika. Tujuan dari kelompok teroris dalam pemanfaatan
media massa antara lain penyebaran atas rasa takut, ancaman, ideologi,
perekrutan dan mengembangkan sel-sel terornya secara luas.
Negara Indonesia masih rentan terhadap gerakan
radikalisme dan terorisme, walaupun banyak pelaku aksi radikal dan terorisme
tertangkap. Karena masih banyak jaringan-jaringan radikalisme dan terorisme
yang masih eksis atau tetap hidup di Indonesia, terlebih dengan kemunculan
kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Karena itulah kaum muda sebagai generasi
yang paling rentan harus di lindungi dari upaya propaganda radikalisme dan
terorisme tersebut, khususnya, propaganda melalui media yang sangat sulit untuk
di bendung.
Masyarakat khususnya genereasi muda
sebagai generasi penerus bangsa harus di lindungi dari paham radikalisme. Upaya
pencegahan untuk mereka jangan setengah-setengah. Kita harus mengoptimalkan
gerakan radikalisasi mulai dari lingkungan rumah, sekolah, dan pergaulan mereka.
Anggota komisi X DPR, Moreno Soeprapto
menyatakan kunci agar generasi muda tidak mudah menjadi seorang teroris adalah
dengan memberikan pendidikan, baik pendidikan formal maupun agama sejak dari
rumah sampai sekolah. Kalau generasi muda kita mendapat pendidikan umum dan
agama yang baik, pasti otomatis paham radikalisme itu akan terbendung dengan
sendirinya. Bahkan tidak hanya radikalisme dan terorisme, ancaman-ancaman paham
negatif lainnya seperti narkoba akan “mentah” dengan sendirinya. Mengajak serta
lembaga-lembaga kepemudaan untuk aktif mencegah masuknya paham radikalisme dan
terorisme khususnya melalui anak muda.
Ketua umum DDP lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII), prof Abdulahzam menyatakan, LDII berfalsafah pancasila,
sehingga, jika ada perorangan ataupun kelompok yang akan perorangan ataupun
kelompok yang akan mengganti pancasiladengan apapun maka LDII akan semaksimal
mungkin melawannya dan mempertahankan pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
LDII menolak paham radikalisme dan
terorisme karena, itu bertentangan dengan ajaran dan kaidah islam, nilai-nilai
pancasila dan UUD 45, serta mengancam persatuan Indonesia.
Indonesia merupakan negara majemuk
sehingga setiap individu harus menghormati berbagai perbedaan yang ada. Semua
harus bersatu untuk mewujudkan kebersamaan dalam kehidupan dan jangan
menjadikan perbedaan sebagai pemicu pertikaian.
Untuk membendung penyebaran paham
radikalisme dan terorisme, antara lain dengan semangat menjalankan nilai-nilai
pancasila yang terbukti sudah menjadi alat pemersatu bangsa. Dengan semangat
pancasila marilah kita rapatkan barisan untuk membendung paham radikalisme demi
keutuhan NKRI dan kedamaian di dunia.
Membendung upaya propaganda paham
radikal juga dapat melalui media. Peran media menjadi hal yang penting sebagai
respon dalam menghadapi ancaman asimetris. Mempunyai peranan sangat strategis
dan afektif yang dapat mempengaruhi, baik situasi nasional, regional maupun
internasional di berbagai bidang.
Kekuatan media dapat dijadikan alat
untuk merubah persepsi, opini dan kontrol sosial yang mengarah kepada kebijakan
publik.
Persepsi dan nilai-nilai yang
disampaikan oleh media massa sering kali di anggap sebagi persepsi masyarakat
secara keseluruhan. Semakin sering berita tersebut muncul, maka akan semakin
besar pengaruh yang akan di dapatkan. Melalui berita-berita yang di siarkan,
secara tidak langsung telah memberikan referensi kepada masyarakat untuk
mempengaruhi keputusan politik, termasuk dalam hal pemberantasan terorisme.
Upaya untuk membendung paham radikal
tidak akan berdampak signifikan tanpa bantuan media, baik cetak, elektronik
maupun online, karena tanpa kehadiran media, himbauan, fatwa, peringatan dan
pemikiran pemangku kepentingan tidak akan ter ekspose ke publik hanya terbatas
di kalangan mereka. Media masa merupakan elemen integral dan penting dari
masyarakat lokal, nasional, regional, maupun global untuk menyediakan berbagai
kebutuhan informasi bagi masyarakat.
Karenanya dalam mengatasi akar terorisme
yang bermotif ideologis, doktrinal,serta penyebarannya yang bervariasi,
sinergitas lembaga aparat keamanan di bantu dengan peran berbagai pihak, tokoh
masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh politik, tokoh agama, dan kontribusi
dari media sangat diperlukan agar paham radikalisme dann terorisme di masyarakat
tidak berkembang menjadi kekuatan yang dapat memecah NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar