Wahai bangsaku..
Kaulah semesta hidupku.
Yang tlah terpatri dalam tiap celah tubuhku.
Dan yang slalu kupuja dalam tiap helai nafasku.
Kaulah semesta hidupku.
Yang tlah terpatri dalam tiap celah tubuhku.
Dan yang slalu kupuja dalam tiap helai nafasku.
Ahh kau..
Yang slalu buatku menyeka air mata.
Bersuka duka melihatmu begitu.
Terkadang di puja terkadang pula dihina.
Kau satu terkasih.
Yang kaya pun juga miskin belas kasih.
Terbengkalai kau wahai sang merah putih.
Oleh arogansi para penguasa yang menabur benih.
Tapi aku siapa?
Aku hanya bisa belajar mengeja kata.
Dan hanya mampu mengucap do`a.
Padamu wahai sang garuda.
Wahai pemuda…
Bukalah matamu dari kebutaan yang kau reka.
Lihat betapa murungnya wajah negeri kita.
Mari.. mari kita robohkan satir yang menyekat tubuhnya.
Puisi ini menggambarkan betapa rapuhnya negeri ini. Negeri yang dulu sangat amat dieluh-eluhkan dan juga dipuja-puji seantero dunia kini hanya bisa kita. Yang bikin negeri ini makin miris adalah ternyata yang merontohkan fondasi-fondasi bangsa justru para putra-putra Indonesia sendiri. Korupsi, terorisme dan lain-lain. Semuanya dilakukan oleh anak-anak negeri sendiri.
Radikalisme, ketika mendengar kata-kata itu satu yang terlintas dalam kepala kita, TERORISME. Semua orang berfikiran seperti itu. Menurut saya tidak, bagi saya radikalisme adalah setiap orang yang ngga punya hati yang ingin menghancurkan tanah kelahirannya sendiri. Mereka adalah sekumpulan orang-orang yang tak punya hati yang merusak keping surga ini. Teroris memang tak punya hati. Membunuh sana-sini dengan keji. Mereka berdalih ini jihad, apa ini jihad jika membunuh orang-orang tak bersalah?. Darah-darah mengali tiada guna. Tak ada kebanggaan, justru yang ada hanya kengerian. Masih ingatkah kalian dengan Bali?. Salah satu sumber devisa terbesar negeri ini? Ingat kalian dengan bom yang memporak-porandakannya?. Apakah hanya orang-orang kafir saja yang terbunuh.? Bagaimana Islam? Bagaimana negeri ini? Semuanya juga ikut mati. Sungguh terisak mata ini mengingat kejadian-kejadian itu. Ini hanya sebagian kecil dari tindak radikalisme. Masih banyak di luar sana yang lebih mencekap dan lebih sadis dalam bersikap. Radikalime. Hehe.
Hanya terorisme?. Contoh lain bentuk radikalisme adalah para tikus-tikus Negara. Para koruptor yang berbuat semena-mena. Yang mereka pikirkan hanya harta..harta.. dan harta. Semua yang ada di otak mereka hanya kebahagian bagi diri mereka. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan negeri ini? Peduli apa mereka? Apa itu tak kejam? Bahkan mungkin ini lebih kejam dari apa yang dilakukan oleh teroris-teroris tersebut. Negeri ini banyak orang cerdas. Tapi saying. Kebanyakan kemewahan membutakan mereka. Membuat kepekaan mereka terhadap kehidupan sosial hilan di telan rupiah-rupiah yang mereka dambakan. Saya teringat ada sebuah acara di stasiun televise yang mengisahkan tentang kehidupan para pejuang veteran sekarang. Sungguh tak sebanding dengan apa yang mereka perjuangkan dulu. Orang yang mencintai negeri ini dengan segenap jiwa dan raga justru masa tua mereka hidup sengsara di negeri yang mereka perjuangkan. Sedangkan para koruptor? Mereka yang hanya bias menggerogoti dan merusak negeri ini justru bias merasakan hidup serba mewah. Sungguh miris.
Radikalisme, ketika mendengar kata-kata itu satu yang terlintas dalam kepala kita, TERORISME. Semua orang berfikiran seperti itu. Menurut saya tidak, bagi saya radikalisme adalah setiap orang yang ngga punya hati yang ingin menghancurkan tanah kelahirannya sendiri. Mereka adalah sekumpulan orang-orang yang tak punya hati yang merusak keping surga ini. Teroris memang tak punya hati. Membunuh sana-sini dengan keji. Mereka berdalih ini jihad, apa ini jihad jika membunuh orang-orang tak bersalah?. Darah-darah mengali tiada guna. Tak ada kebanggaan, justru yang ada hanya kengerian. Masih ingatkah kalian dengan Bali?. Salah satu sumber devisa terbesar negeri ini? Ingat kalian dengan bom yang memporak-porandakannya?. Apakah hanya orang-orang kafir saja yang terbunuh.? Bagaimana Islam? Bagaimana negeri ini? Semuanya juga ikut mati. Sungguh terisak mata ini mengingat kejadian-kejadian itu. Ini hanya sebagian kecil dari tindak radikalisme. Masih banyak di luar sana yang lebih mencekap dan lebih sadis dalam bersikap. Radikalime. Hehe.
Hanya terorisme?. Contoh lain bentuk radikalisme adalah para tikus-tikus Negara. Para koruptor yang berbuat semena-mena. Yang mereka pikirkan hanya harta..harta.. dan harta. Semua yang ada di otak mereka hanya kebahagian bagi diri mereka. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan negeri ini? Peduli apa mereka? Apa itu tak kejam? Bahkan mungkin ini lebih kejam dari apa yang dilakukan oleh teroris-teroris tersebut. Negeri ini banyak orang cerdas. Tapi saying. Kebanyakan kemewahan membutakan mereka. Membuat kepekaan mereka terhadap kehidupan sosial hilan di telan rupiah-rupiah yang mereka dambakan. Saya teringat ada sebuah acara di stasiun televise yang mengisahkan tentang kehidupan para pejuang veteran sekarang. Sungguh tak sebanding dengan apa yang mereka perjuangkan dulu. Orang yang mencintai negeri ini dengan segenap jiwa dan raga justru masa tua mereka hidup sengsara di negeri yang mereka perjuangkan. Sedangkan para koruptor? Mereka yang hanya bias menggerogoti dan merusak negeri ini justru bias merasakan hidup serba mewah. Sungguh miris.
Tapi itu semua tidak akan pernah bias melunturkan kebanggan saya akan negeri ini. Saya lahir dari tanah ini, tanah Indonesia. Saya makan, minum dan hidup juga dari Indonesia. Maka saya tak punya alasan untuk membenci negeri tercinta ini. yang ada hanya bagaimana semangat kita untuk bisa mengibarkan bendera merah putih setinggi langit. Mengharumkan nama Indonesia di dunia. Itulah yang harus kita pikirkan dan lakukan. Karena sebobrok-bobroknya negeri ini. masih banyak hal indah yang kita dapat dari negeri tercinta. tangan, kaki, mata dan hati kita harus terus kita kerahkan untuk negeri kita sampai akhir menutup mata.
Indonesia tanah air beta..
Pusaka abadi nan jaya.
Indonesia sejak dulu kala.
Tetap di puja-puja bangsa.
Di sana tempat lahir beta.
Dibuai dibesarkan bunda.
Tempat berlindung di hari tua.
Tempat akhir menutup mata..
Pusaka abadi nan jaya.
Indonesia sejak dulu kala.
Tetap di puja-puja bangsa.
Di sana tempat lahir beta.
Dibuai dibesarkan bunda.
Tempat berlindung di hari tua.
Tempat akhir menutup mata..
(Indonesia Pusaka – Ismail Marzuki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar